
Zetizen - Menjadi seorang ibu sering digambarkan sebagai momen paling indah dalam hidup. Setelah sembilan bulan menanti, akhirnya bayi mungil lahir ke dunia, disambut dengan doa, senyum, dan tangis bahagia.
Namun, di balik momen penuh suka cita itu, banyak ibu yang justru menyimpan cerita berbeda. Ada rasa lelah luar biasa setelah proses melahirkan, kurang tidur karena si kecil sering terbangun, hingga perasaan campur aduk yang kadang sulit dijelaskan.
Beberapa ibu mungkin mengira perasaan itu hanya capek biasa. Tapi faktanya, ada kondisi emosional yang sering muncul pada masa awal pasca melahirkan, yaitu baby blues syndrome. Kondisi ini bikin suasana hati ibu jadi nggak stabil bisa tiba-tiba sedih, nangis tanpa alasan, mudah tersinggung, atau bahkan merasa nggak cukup baik untuk bayinya.
Padahal, baby blues bukanlah hal yang asing. Menurut Journal of Psychiatry, Psychology and Behavioral Research, sekitar 50-85% ibu baru mengalami baby blues pada minggu pertama setelah melahirkan.
Supaya nggak bingung dan bisa lebih siap, yuk kita bahas bareng-bareng tentang baby blues dengan bahasa yang ringan tapi tetap informatif.
Gejala yang Sering Dianggap Sepele
Baby blues bukan sekadar perasaan lelah biasa. Ada tanda-tanda khas yang bisa dirasakan oleh ibu baru, seperti mudah tersinggung, gampang marah, menangis tiba-tiba, merasa cemas berlebihan, atau bahkan merasa dirinya bukan ibu yang cukup baik untuk bayinya.
Hal-hal kecil bisa jadi pemicu, misalnya bayi menangis lama, rumah berantakan, atau komentar orang lain yang terkesan sepele tapi menusuk hati.
Banyak orang menganggap gejala ini normal dan akan hilang dengan sendirinya. Memang benar, sebagian besar ibu akan pulih dalam waktu dua minggu. Namun, bukan berarti kondisi ini boleh diremehkan. Kalau dibiarkan tanpa dukungan, perasaan sedih atau stres bisa menumpuk dan mengganggu bonding ibu dengan bayi.
Kapan Harus Waspada?
Baby blues biasanya hanya berlangsung sebentar. Tapi kalau gejala semakin intens dan nggak hilang lebih dari tiga minggu, hati-hati ya. Kondisi tersebut bisa berkembang menjadi depresi postpartum yang jauh lebih serius.
Bedanya, depresi postpartum nggak cuma bikin ibu sering sedih, tapi juga kehilangan semangat, merasa terisolasi, bahkan bisa muncul pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.
Inilah kenapa penting untuk mengenali tanda-tanda sejak awal. Jangan ragu mencari bantuan tenaga medis atau psikolog jika perasaan negatif semakin parah. Ingat, meminta bantuan bukan tanda lemah, justru itu langkah berani untuk menyelamatkan diri sendiri dan si kecil.
Dukungan Jadi Kunci
Menghadapi baby blues sebenarnya nggak harus sendirian. Dukungan dari pasangan, keluarga, atau teman dekat sangat berpengaruh besar. Curhat sederhana bisa bikin beban terasa lebih ringan.
Kadang ibu baru hanya butuh didengarkan tanpa dihakimi, atau ditemani saat merasa kesepian. Pasangan juga punya peran penting, misalnya dengan membantu pekerjaan rumah, ikut menjaga bayi, atau sekadar memberikan pelukan hangat yang bikin ibu merasa dihargai.
Selain dukungan emosional, perawatan diri juga penting. Ibu perlu memberi ruang untuk istirahat, meski hanya sebentar ketika bayi tidur. Menjaga pola makan sehat, minum cukup air, dan melakukan aktivitas ringan seperti jalan santai juga bisa membantu tubuh tetap segar.
Bahkan, me time kecil seperti mandi lebih lama, membaca buku, atau nonton drama favorit bisa jadi penyelamat mood yang kacau.