zetizen

Gen Z dan Isu Privasi Data di Era Big Tech

Techno
Sumber : iStock

Zetizen - Di tengah kemudahan mengakses informasi dan layanan digital, muncul satu pertanyaan besar yang sering kali terlewat: seberapa aman data pribadi kita di tangan perusahaan teknologi raksasa?

Generasi Z, kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di era perkembangan digital yang serba cepat.

Mereka sangat akrab dengan media sosial, e-commerce, dan aplikasi berbasis data, namun pada saat yang sama, menjadi generasi yang paling rentan terhadap penyalahgunaan data pribadi.

Kemunculan platform digital dalam kehidupan sehari-hari memang memberikan banyak kemudahan. Mulai dari belanja online, layanan kesehatan digital, hingga personalisasi iklan dan konten, semua dibangun dengan landasan data pengguna.

Namun, banyak dari kita, termasuk Gen Z, tidak dapat sepenuhnya memahami sejauh mana data pribadi yang kita miliki, digunakan, disimpan, atau bahkan dijual oleh pihak ketiga.

Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada 2023, hampir 80% anak muda berusia 18–29 tahun mengaku khawatir dengan cara perusahaan teknologi mengelola data pribadi mereka.

Ironisnya, hanya sebagian kecil yang benar-benar membaca syarat dan ketentuan sebelum menyetujui layanan digital. Artinya, kekhawatiran ini sering kali tidak diimbangi dengan langkah perlindungan yang konkret.

Perusahaan teknologi besar seperti Google, Meta (Facebook, Instagram), dan TikTok mengumpulkan berbagai jenis data dari pengguna: mulai dari lokasi, riwayat pencarian, preferensi konten, hingga kebiasaan belanja.

Bahkan aktivitas yang tampaknya sepele seperti klik, scroll, atau durasi menonton video dapat dijadikan parameter untuk membentuk profil digital seseorang.

Laporan Amnesty International tahun 2022 menyoroti praktik surveillance capitalism, yakni model bisnis yang menghasilkan keuntungan dari pelacakan dan pengumpulan data pengguna secara besar-besaran. Dalam praktiknya, pengguna menjadi komoditas, bukan hanya sekadar konsumen.

Gen Z dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan cukup vokal dalam isu-isu sosial, termasuk privasi digital. Mereka lebih peka terhadap pelanggaran data dan penyalahgunaan informasi dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Namun, mereka juga merupakan pengguna paling aktif dari berbagai platform yang justru melakukan pelacakan data.

Laporan Mozilla Foundation pada 2024 menunjukkan bahwa sebagian besar Gen Z merasa terjebak dalam kontradiksi: mereka ingin melindungi privasi, tetapi tidak ingin ketinggalan tren atau dipersulit oleh pengaturan privasi yang rumit.

Akibatnya, banyak yang memilih untuk “pasrah” dengan kebijakan aplikasi, karena merasa tidak memiliki alternatif lain yang setara.

Di Indonesia, perlindungan data pribadi mulai mendapatkan perhatian melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU ini mengatur hak-hak subjek data dan tanggung jawab pengendali data, termasuk sanksi bagi pelanggar.

Halaman: