
Namun, implementasi regulasi ini masih membutuhkan waktu, termasuk kesiapan lembaga pengawas dan literasi publik yang merata.
Di level global, kebijakan seperti General Data Protection Regulation (GDPR) dari Uni Eropa menjadi acuan penting dalam menekan dominasi Big Tech.
Sayangnya, tidak semua negara memiliki perangkat hukum sekuat GDPR, sehingga perlindungan data masih timpang secara geografis.
Kesadaran memang penting, tetapi harus diikuti dengan tindakan nyata. Bagi Gen Z dan pengguna internet pada umumnya, langkah awal bisa dimulai dari:
Memeriksa dan mengatur ulang izin aplikasi di perangkat.
Menggunakan mesin pencari atau browser yang ramah privasi, seperti DuckDuckGo atau Brave.
Menghindari penggunaan jaringan publik tanpa perlindungan VPN.
Memahami hak-hak sebagai pemilik data melalui UU PDP.
Tidak membagikan data sensitif sembarangan di media sosial.
Selain itu, penting untuk menuntut transparansi dari platform digital serta mendorong regulasi yang berpihak pada pengguna. Gen Z, sebagai kelompok digital native terbesar saat ini, memiliki potensi untuk menjadi kekuatan penekan terhadap praktik digital yang eksploitatif.
Di Indonesia, perlindungan data pribadi mulai mendapatkan perhatian melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Sumber : iStock
Isu privasi data bukan lagi sekadar topik teknis, melainkan persoalan hak asasi manusia. Di era di mana setiap aktivitas daring direkam dan dipelajari, menjaga privasi bukanlah bentuk paranoid, melainkan bentuk perlawanan terhadap dominasi sistem yang tidak transparan.
Bagi Gen Z, menjaga data pribadi berarti menjaga kendali atas identitas dan masa depan mereka sendiri.