zetizen

Sinopsis Film Warung Pocong: Aroma Mistik di Balik Sajian Malam

Movie
Sumber : Entelekey Media Indonesia

Zetizen - Suasana malam menyelimuti jalan setapak menuju sebuah warung kecil di ujung desa terpencil, tempat yang dipenuhi janji tentang rezeki mudah. Namun, siapa sangka, di balik lampu kuning remang dan sesajen yang tertata rapi, tersembunyi jebakan maut bagi siapa saja yang datang dengan niat yang salah.

Warung Pocong, film horor-komedi debut sutradara BendoLt yang diproduksi oleh Entelekey Media Indonesia dan Tiger Picture, mempertemukan tiga komika, Fajar Nugra, Sadana Agung, dan Randhika Djamil, dalam kisah kelam berselimut tawa ringan.

Film ini dijadwalkan tayang di bioskop pada pertengahan 2025 dan langsung menarik perhatian berkat perpaduan unsur horor mencekam dan humornya yang cerdas.

Kartono, Agus, dan Makmur adalah tiga pemuda dari Jakarta yang terjebak dalam huru-hara finansial. Cicilan rumah menumpuk, penghasilan tak kunjung cukup, hingga sebuah lowongan kerja menawarkan gaji menggiurkan: bekerja di warung kecil di desa Lali Jiwo. Tanpa pikir panjang, mereka melangkah, berharap menemukan solusi atas kesulitan.

Desa Lali Jiwo menyambut mereka dengan kesunyian masuk angin, pepohonan bergumam, sesajen tertata rapi di meja makan, dan sebuah warung yang tampak normal di siang hari tetapi menyimpan aura misterius begitu malam datang.

Identitas ketiganya tergantung di warung, seolah menjadi bagian ritual sebelum hari pertama bekerja Malam pertama membawa mimpi buruk. Lampu tiba-tiba padam, pintu warung bergetar, dan sosok pocong, berbalut kain kafan kuning pudar, muncul dalam sekilas pandang Kartono.

Keheningan pecah oleh jeritan yang menggema, membangunkan takut yang tersembunyi, kali ini horor mulai menyentuh akal. Ketiganya lalu menyadari satu kenyataan mengerikan: mereka bukan dipekerjakan, melainkan dipilih sebagai tumbal.

Warung ini bukan bisnis biasa, melainkan tempat ritual gaib. Setiap langkah mereka diatur oleh alur kejadian supranatural; sosok Kusno, pemilik warung, menyimpan rencana gelap yang tak terduga.

Alih-alih panik total, ketiganya mencoba bertahan dengan cara mereka: celoteh penuh logika humor dan aksi spontan ala stand-up.

Namun, tawa yang mestinya meringankan, justru kontras dengan ketegangan yang semakin pekat, tanda bahwa film ini tidak sepenuhnya mengandalkan komedi, melainkan membiarkan horor terus menggerogoti keakraban mereka.

Kartono, Agus, dan Makmur adalah tiga pemuda dari Jakarta yang terjebak dalam huru-hara finansial. Sumber : Entelekey Media Indonesia

Desa ini ternyata pernah menyimpan peristiwa kelam. Warung dan sesajennya bukan sekadar dekorasi; mereka menjadi saluran bagi kekuatan gaib. Penduduk desa terdahulu mencatat bahwa sejumlah orang menghilang, sementara pocong, bukan hanya hantu biasa, menjadi simbol pembayaran utang dunia lain.

Ketika kendali mental mulai goyah, kartono hampir kehilangan nyawa saat pocong mengejar di lorong sempit. Teror menjadi nyata, bukan hanya sekadar isapan jempol. Adegan komedi menjadi rem dalam kecepatan horor yang melaju, menahan agar ketegangan, bukan komedi, menjadi jangkar utama rasa takut.

Walaupun detail akhir belum terungkap sepenuhnya dari trailer dan sinopsis awal, film ini menunjukkan bahwa ketiga pemuda berusaha melarikan diri dari desa sebelum ritual mencapai klimaksnya.

Halaman: