zetizen

Qodrat 2: Perpaduan Horor Religi, Aksi, dan Pencarian Iman yang Menyentuh

Movie
Source: RRI

Zetizen - Film Qodrat 2 tayang di bioskop pada tahun 2025, menghadirkan kembali petualangan penuh misteri dari seorang ustadz bernama Qodrat. Dalam film ini, pencarian sang istri menjadi benang merah utama yang menggerakkan cerita.

Aktor Vino G. Bastian kembali memerankan Ustad Qodrat dengan kharismanya yang khas. Aksi bela diri berpadu dengan adegan ruqyah dan eksorsisme menjadikan karakter ini tampil layaknya superhero spiritual. Intensitas yang dibangun dalam setiap adegan sukses membuat saya sebagai penonton larut dalam alur cerita.

Di tengah banyaknya tawaran untuk bermain dalam film horor, Vino G. Bastian justru memilih Qodrat sebagai film horor pertamanya. Keputusannya ini ia ungkapkan dalam gala premiere film Qodrat pertama. Dalam kesempatan itu, Vino menjelaskan bahwa ia sebelumnya telah menerima banyak tawaran untuk genre horor, namun belum menemukan karakter yang sesuai.

"Saya memang sempat mendapat banyak tawaran film horor, tapi saat itu rasanya belum tepat. Karakternya pun tidak ada yang cocok dengan saya. Lalu ketika saya membaca sinopsis Qodrat, saya langsung merasa ini menarik sekali. Yang membuat saya tertarik adalah sosok Ustad Qodrat itu sendiri—seorang ustadz yang jago bela diri dan tangguh, tapi justru mempertanyakan dirinya sendiri, ‘Apakah saya pantas disebut ustadz?’ Bahkan, ia merasa bahwa gelar ustadz itu adalah ujian yang sesungguhnya dari Allah," ujar Vino.

Tak kalah kuat, Acha Septriasa tampil emosional sebagai Azizah, istri Qodrat. Dalam adegan salat tobat, ekspresinya begitu menyentuh dan penuh penyesalan. Acha mengaku bahwa peran ini terasa sangat personal. Ia menceritakan bahwa saat berada di Australia, usai salat, ia memohon peran yang mendekatkannya pada Tuhan. Hanya berselang sepuluh menit, ia dihubungi oleh Charles Gozali—sutradara Nada untuk Asa—dan ditawari peran Azizah. Baginya, ini adalah doa yang terjawab, dan perannya di film ini menjadi perjalanan spiritual tersendiri. “Kalau bukan karena film ini, mungkin saya tidak akan belajar shalat tobat dan tidak sekuat sekarang,” ujarnya.

Selain Vino dan Acha, aktor Teuku Rifnu Wikana turut memerankan tokoh iblis As’-su’ala. Pemeran pendukung lain seperti Della Dartyan (Purwanti), Donny Alamsyah (Sukardi), dan Septian Dwi Cahyo (Safih) juga tampil dengan dedikasi tinggi.

Film yang tayang saat libur Lebaran ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan, mulai dari remaja hingga dewasa. Linda Gozali Arya sebagai produser utama, bersama Dian Sastrowardoyo, Charles Gozali, dan Sunil Samtani selaku produser eksekutif, berhasil mendorong horor religi Indonesia naik kelas. Mereka juga berkomitmen mempromosikan genre ini ke pasar internasional.

Salah satu kekuatan utama film ini adalah aspek visual. Sinematografinya terasa megah, dengan kamera dinamis, cahaya remang dan kontras tinggi—terutama di lokasi pabrik benang. Efek prostetik dan CGI dipadukan secara selektif, menghasilkan visual iblis yang menyeramkan namun tetap realistis. Sound design-nya pun unggul: bukan hanya ketukan dan jump scare klasik, tetapi juga bisikan dan suara ambient seperti mesin pabrik yang memperkuat suasana mencekam.

Namun, film ini tentu tidak lepas dari kritik. Beberapa pengamat menilai ketegangan horor supranatural menjadi kurang dominan karena porsi adegan aksi yang lebih besar. Alur cerita juga terasa melambat pada bagian emosional, dan pemeran pendukung kurang mendapat ruang pengembangan karakter. Hal ini sedikit berbeda dibanding film Qodrat pertama (2022) yang lebih menekankan aspek misteri dan ketegangan spiritual.

Meski begitu, Qodrat 2 tetap layak diapresiasi. Film ini tidak hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga refleksi spiritual. Ia menjadi contoh bagaimana sinema bisa menjadi media edukasi yang dikemas secara menarik dan penuh makna. Dengan capaian lebih dari dua juta penonton, Qodrat 2 membuktikan bahwa film horor religi Indonesia mampu bersaing dengan sajian yang emosional, teknis yang mumpuni, dan pesan moral yang dalam.

Seperti kata Ustad Qodrat,
"Iblis bisa menyerupai apa pun. Tapi keimanan sejati tak bisa ditiru."
"Karena terkadang, pertarungan terbesar bukan melawan jin, tetapi melawan diri sendiri."