zetizen

Film Animasi Merah Putih: One for All – Kontroversi, Cerita, dan Proses Produksi

Movie
Source : Youtube @Historika Film

Zetizen - Film animasi Merah Putih: One for All sedang ramai diperbincangkan publik sejak trailer perdananya dirilis di berbagai platform digital, mulai dari YouTube hingga media sosial.

Antusiasme masyarakat ternyata bercampur kritik, terutama terkait kualitas animasi yang dinilai kurang halus. Gerakan sebelas karakter yang muncul di trailer dianggap kaku, dengan gestur yang belum sepenuhnya natural.

Film ini merupakan karya Perfiki Kreasindo, diproduseri oleh Toto Soegriwo dan disutradarai oleh Endiarto bersama Bintang, yang juga terlibat dalam penulisan cerita.

Dijadwalkan tayang pada 14 Agustus 2025, film ini hadir untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-80. Berdurasi 1 jam 10 menit dan masuk kategori Semua Umur (SU), film ini mengusung tema persahabatan dan nasionalisme.

Sinopsis dan Karakter

Cerita berpusat pada delapan anak dari latar budaya berbeda, Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, yang tergabung dalam Tim Merah Putih.

Kelompok khusus penjaga bendera pusaka. Tiga hari sebelum upacara kemerdekaan, bendera tersebut hilang secara misterius.

Delapan tokoh utama, yakni Neka, Yahya, Nabila Yasmin, Sky, Nathan, Billy, Rangga, dan Bintang, memulai perjalanan penuh rintangan demi mengembalikan bendera tersebut.

Mereka harus menyeberangi sungai, menembus hutan, menghadapi badai, dan mengatasi ego masing-masing. Semua tantangan itu dilalui demi satu misi: memastikan bendera berkibar pada 17 Agustus.

Cerita berpusat pada delapan anak dari latar budaya berbeda, Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, yang tergabung dalam Tim Merah Putih. Melalui kisah ini, film berusaha menanamkan pesan bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan sumber kekuatan.

Perjalanan mereka dikemas dengan adegan lucu, menegangkan, hingga mengharukan, menciptakan tontonan yang sarat nilai persatuan dan semangat kebangsaan.

Proses Produksi dan Isu Visual

Menjelang penayangan, dunia maya ramai oleh komentar warganet yang membahas kualitas visual film ini. Ada yang menilai animasinya belum maksimal, sementara sebagian lain tetap mengapresiasi semangat di balik produksinya.

Endiarto mengungkap bahwa ide pembuatan film ini muncul dari keinginan menghadirkan tontonan khusus menyambut peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.

Bersama tim dari Persatuan Film Keliling Indonesia (PERFIKI) dan Yayasan Pusat Perfilman Usmar Ismail, ide tersebut mulai digarap sejak tahun lalu.

“Kami ingin berkontribusi lewat cara kami sebagai insan film, yaitu membuat karya spesial untuk 17 Agustus, karena jarang ada tontonan anak-anak bertema kebangsaan yang dirilis tepat di momen kemerdekaan,” ujar Endiarto.

Ia juga meluruskan rumor yang menyebut film ini dibuat mendadak dalam sebulan. Menurutnya, prosesnya berlangsung panjang, mulai dari pengembangan ide hingga post-produksi.

Halaman: