zetizen

Perdebatan soal Gandum di Program MBG: Bisa Tumbuh di Indonesia atau Hanya Mitos?

Dear You
Gandum. Source: Freepik

Zetizen - Belakangan, menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah menjadi sorotan publik. Anak-anak sekolah disuguhi burger, spaghetti, dan berbagai makanan berbahan gandum.

Menu-menu ini awalnya dianggap modern dan bergizi, namun tak sedikit yang mempertanyakan apakah penggunaan bahan impor ini sesuai dengan kondisi lokal Indonesia.

Isu ini memanas setelah ahli gizi, dr. Tan Shot Yen, menyampaikan pandangannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI pada Senin, 22 September 2025.

Menurut Tan, pengenalan anak-anak pada pangan berbahan terigu patut dipertimbangkan ulang, karena gandum disebut-sebut tidak pernah tumbuh di tanah air. Pernyataan ini memicu gelombang komentar dari masyarakat dan pakar pangan. Banyak yang bertanya-tanya benarkah gandum memang tidak bisa tumbuh di Indonesia?

Gandum Bukan Tanaman Asli Indonesia, Tapi Masih Bisa Ditumbuhkan

Faktanya, gandum memang bukan tanaman asli Indonesia, tetapi bukan berarti tidak mungkin ditanam. Berdasarkan buku Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia karya Setijati Sastrapradja, gandum termasuk biji-bijian yang idealnya tumbuh di iklim dingin hingga sedang. Namun, varietas tertentu, seperti gandum musim semi, mampu beradaptasi dengan iklim tropis termasuk Indonesia.

Kuncinya ada pada lokasi dan ketinggian lahan. Dataran tinggi di atas 1.000 meter dari permukaan laut memiliki suhu yang lebih rendah, sehingga mendukung proses pembungaan gandum.

Beberapa daerah pegunungan di Indonesia bahkan telah berhasil menanam gandum meski skalanya masih terbatas. Ini menunjukkan bahwa klaim gandum tidak bisa tumbuh di Indonesia tidak sepenuhnya benar, walau memang tidak semudah menanam padi atau jagung.

Anak-anak, Menu MBG, dan Tantangan Kearifan Lokal

Di sisi lain, penggunaan gandum dalam menu MBG menghadirkan dilema baru. Menu seperti spaghetti dan burger bertujuan memperkenalkan anak-anak pada variasi pangan baru sekaligus meningkatkan asupan karbohidrat dan energi.

Namun, publik mempertanyakan apakah anak-anak lebih diuntungkan mengenal bahan lokal yang lebih familiar seperti jagung, ubi, singkong, atau nasi merah.

Selain itu, faktor ekonomi menjadi pertimbangan. Gandum yang ditanam di dataran tinggi memiliki skala produksi terbatas dan sebagian besar tetap diimpor. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah program MBG sebaiknya mengutamakan bahan lokal yang lebih mudah didapat dan lebih murah, atau tetap memperkenalkan gandum demi variasi gizi?

Fakta Sejarah Gandum di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa gandum bukan tanaman asli Indonesia. Namun, sejak era kolonial Belanda, beberapa percobaan penanaman gandum dilakukan di dataran tinggi Jawa dan Sumatera.

Meski tidak pernah menjadi komoditas utama, pengalaman ini menunjukkan bahwa gandum bisa beradaptasi di iklim tropis dengan syarat tertentu. Fakta ini membuktikan bahwa pertanyaan publik soal bisa atau tidaknya gandum tumbuh di Indonesia bukan sekadar mitos, tapi ada dasar ilmiahnya.

Fakta vs Mitos dan Jalan ke Depan

Klaim bahwa gandum tidak bisa tumbuh di Indonesia ternyata tidak sepenuhnya benar. Gandum memang bukan tanaman asli, tetapi dengan varietas dan lokasi yang tepat, tanaman ini tetap bisa dikembangkan.

Isu yang lebih relevan kini bukan kemampuan gandum tumbuh, tapi bagaimana program MBG menyeimbangkan pengenalan pangan baru dengan pemanfaatan bahan lokal, edukasi gizi, dan ketahanan pangan.

Perdebatan ini membuka diskusi lebih luas bagaimana anak-anak diperkenalkan pada variasi pangan baru, bagaimana menjaga kearifan lokal, serta bagaimana strategi pangan berkelanjutan dapat diterapkan di masa depan.

Halaman: