
Zetizen - Mencintai dengan tulus tapi justru dibalas dengan pengkhianatan pasti jadi luka yang paling dalam dan sulit untuk disembuhkan.
Lagu terbaru Prinsa Mandagie yang berjudul “Coba Jadi Aku”, rilis pada 15 November 2024, ngasih gambaran nyata tentang rasa sakit itu.
Lewat liriknya yang penuh luka, Prinsa ngajak pendengarnya ngerasain perihnya mencintai dengan tulus tapi justru dikhianati.
Bukan sekadar curhatan biasa, lagu ini jadi pelajaran tentang ketulusan, kehilangan, dan keberanian buat melepaskan demi kebahagiaan diri sendiri.
Ketulusan Cinta Yang Berujung Pada Pengkhianatan
Dari awal, Prinsa langsung ngebuka lirik lagunya dengan kalimat yang menusuk yaitu “Habis sudah waktu ini, hilang semua yang di hati”. Lirik ini seperti tamparan halus buat siapapun yang pernah merasa cintanya nggak dianggap.
Selain itu, lagu ini juga cerita tentang seseorang yang udah ngasih segalanya, tapi tetap aja disakiti. Lewat lirik “Teganya dirimu coba curangi aku, di mana salahku…” menunjukkan betapa nyeseknya dikhianati tanpa tahu salah kita di mana.
Perasaan Dikhianati Meski Sudah Tulus Mencintai
Reff lagu ini jadi titik paling emosional, lewat lirik “Coba sekali saja bila kau jadi aku, tulus mencintai dan dikhianati, masih ku bertahan sendiri.” Menjadi jeritan hati yang udah terlalu lama dipendam.
Prinsa ngajak pendengarnya ngebayangin gimana rasanya ada di posisi seseorang yang terus disakiti, tapi tetap bertahan.
Ada bagian lain yang nggak kalah nyentuh yaitu “Sakit tuk melepaskan namun aku tak mau, terus membohongi perih hati ini”. Ini bukti bahwa walaupun sakit, kadang kita masih berusaha kelihatan kuat, padahal dalam hati kita sendiri udah hancur.
Merelakan Demi Menemukan Kebahagiaan Diri Sendiri
Walaupun lagu ini penuh luka, di bagian akhir terselip pesan penting yaitu keberanian untuk mengikhlaskan.
Lewat lirik “Ku rela bila harus pergi tuk bahagiamu” dan “Ku tetap bahagia meski kau bersama dia,” Prinsa menunjukkan bahwa mencintai juga berarti berani melepaskan saat hubungan itu udah nggak sehat.
Bagian ini jadi refleksi bahwa kebahagiaan nggak selalu datang dari mempertahankan. Terkadang kebahagiaan justru hadir ketika kita pergi dan merelakan.