
“Kecanduan digital bukan hanya soal durasi, tapi tentang bagaimana seseorang merasa tidak bisa hidup tanpanya,” jelasnya dalam seminar daring tahun 2023.
Bagi pelajar dan pekerja digital, ketakutan ini seringkali muncul karena khawatir akan kehilangan kabar penting, tugas, atau peluang.
Namun, tanpa disadari, kecemasan ini juga menyita energi mental dan melemahkan kemampuan untuk hadir secara penuh di kehidupan nyata.
Mengapa Fenomena Ini Meningkat?
Salah satu penyebab utama munculnya FOMO dan FOBO adalah tekanan sosial yang tidak disadari. Kehadiran media sosial menciptakan ilusi bahwa semua orang selalu produktif, bahagia, dan bersosialisasi.
Algoritma sengaja menampilkan momen terbaik pengguna lain, memicu perbandingan yang tidak sehat.
Selain itu, budaya real time yang ditawarkan oleh berbagai platform, seperti Instagram Story, WhatsApp Status, dan Twitter (X) trend, memperkuat dorongan untuk terus mengikuti apa yang sedang terjadi. Keterlambatan melihat suatu konten bisa menimbulkan perasaan tertinggal.
Tekanan ini juga diperparah oleh kebutuhan validasi. Banyak orang merasa dihargai ketika mendapatkan likes, komentar, atau views.
Tanpa itu, sebagian merasa keberadaannya kurang berarti. Maka, menjadi offline bukan hanya soal kehilangan koneksi, tapi seolah kehilangan eksistensi sosial.
Apa Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental?
Studi dari University of Essex (2022) menemukan bahwa FOMO berkorelasi dengan peningkatan stres, gangguan tidur, dan kecemasan.
Sedangkan FOBO dapat memperparah gejala nomophobia (no mobile phone phobia), yaitu ketakutan berlebihan saat tidak memegang ponsel.
Kedua kondisi ini juga mengganggu kemampuan seseorang untuk fokus, membangun hubungan nyata, dan merawat keseimbangan emosional.
Pada jangka panjang, keterikatan digital yang tidak sehat bisa mengganggu performa akademik, hubungan personal, hingga produktivitas kerja.
Menjadi terlalu terikat dengan dunia maya berisiko menggeser prioritas hidup ke arah yang tidak disadari.
Bagaimana Mengatasi FOMO dan FOBO?
Mengelola FOMO dan FOBO membutuhkan kesadaran diri dan batasan digital yang sehat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
Detoks digital berkala, seperti tidak membuka media sosial selama beberapa jam atau sehari penuh.