.jpg&w=1200&q=75)
Zetizen.com – Pada 19 Juni 2016 lalu, Kaledeiskop Team menyelanggarakan Breast Cancer Sister Gathering and Sharing di Kebon Kota Resto&Cafe, Surabaya. Menggandeng dr. Dwirani Rosmala Pratiwi SpB, spesialis bedah Rumah Sakit Onkologi Surabaya, talkshow itu mengajak para pengidap kanker payudara untuk tetap semangat dan berjuang untuk survive.
Yep, divonis sebagai pengidap kanker payudara bukan akhir dari segalanya. dr Dwirani menyebutkan, kanker payudara memang nggak perlu ditakuti. Sebab, penyakit dengan angka kematian tertinggi di Indonesia bukan kanker. Tapi, hipertensi (31,7 persen), diabetes (30,3 persen), dan stroke (15,9 persen). ”Jangan takut lagi, ayo dihadapi,” ujarnya.
Hampir seluruh pasien kanker bertahan dengan deteksi dini. Dia menyatakan, peluang kesembuhan kanker stadium I dan II mencapai 100 persen. Langkah untuk deteksi itu dimulai dengan mengetahui risikonya. Seseorang yang lahir dengan latar belakang keluarga pernah terkena kanker payudara dan indung telur berpeluang 45-65 persen terkena kasus yang sama. ”Sepuluh persen pasien karena genetis. Tapi, 90 persen nggak punya riwayat,” ungkap Dwirani.
Nah, salah satu pasien yang berhasil survive adalah Tri Ambarwati. Perempuan 47 tahun itu awalnya nggak menyangka bisa sembuh dari kanker payudara. Sebelumnya, dia dinyatakan mengidap kanker stadium III A. Mengetahui ada benjolan di payudara kirinya, Ambar memeriksakan diri ke dokter. ”Dari situ ketahuan sudah stadium lanjut, harus operasi radikal pengangkatan payudara,” tuturnya.
Ambar harus rela kehilangan payudara kirinya. Nggak cuma itu, dia juga menjalani kemoterapi sebanyak enam kali. Setiap kali kemoterapi, dia diinfus selama beberapa jam. Kukunya jadi menghitam, wajah kusam, dan kurang nafsu makan.
Meski begitu, dia tetap semangat berobat. Akhirnya, dia survive. Sejak 2007 hingga sekarang, Ambar lepas dari pengobatan. ”Kanker itu, obatnya motivasi diri sendiri. Kalau saya, motivasinya ingin melihat anak dewasa, menikah, punya cucu. Makanya, jika sudah operasi, harus berlanjut pengobatannya,” tegas Ambar.
Dr. Dwirani juga menegaskan, kanker nggak lagi pandang usia. Berdasar data rekam medis RS Onkologi Surabaya, pada tahun lalu 30 persen penyandang kanker payudara berusia 31–40 tahun. Sebanyak 16 persen berumur 21–30 tahun. Ada juga yang masih belasan tahun. ”Kami pernah menangani pasien yang usianya 16 tahun. Setahun di rumah sakit, ada 560 kasus baru,” jelasnya.
Dwirani menambahkan, pola makan cepat saji, minuman alkohol, dan kegemukan menjadi pemicu berubahnya sel sehat menjadi jahat.Wah kudu hati-hati, girls! (nir/c7/nda/sam)