
Zetizen – Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPC HIPMI) Lampung Barat menggelar sosialisasi mengenai dampak ekonomi akibat konflik satwa liar dan perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kegiatan ini berlangsung pada 24 Juli 2025 di Aula Villa Kadaka, Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit, dan dihadiri oleh berbagai unsur pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, pengelola hutan, tokoh pemuda, hingga masyarakat sekitar kawasan hutan, dengan jumlah peserta sekitar 50 orang.
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional II Liwa, San Andre Jatmiko, mengatakan bahwa TNBBS memiliki peran strategis dalam melindungi habitat satwa dilindungi seperti harimau, gajah, dan badak. Namun, ia mengakui bahwa kawasan ini menghadapi tantangan serius akibat aktivitas ilegal seperti pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan kopi, dan perburuan satwa liar. Situasi tersebut menyebabkan peningkatan konflik antara manusia dan satwa liar, bahkan hingga memakan korban jiwa.
Ia menambahkan, berbagai langkah telah diambil untuk merespons kondisi tersebut, antara lain pendataan gubuk ilegal dalam kawasan hutan, sosialisasi pengalihan komoditas pertanian, pemasangan spanduk imbauan, patroli penertiban, serta relokasi satwa dengan pendekatan humanis agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Liwa, Sastra Wijaya, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki tanggung jawab atas kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang masih memungkinkan untuk dimanfaatkan melalui skema perhutanan sosial. Ia menyoroti bahwa perambahan hutan juga menjadi pemicu konflik satwa, seperti serangan beruang terhadap ternak warga.
Sebagai solusi, ia menyebut KPH telah memasang kandang jebak dan kandang anti predator hasil kerja sama dengan Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP). Selain itu, pihaknya juga mendorong pembentukan kelompok tani hutan agar aktivitas ekonomi masyarakat tetap legal, produktif, dan ramah lingkungan.
Kepala Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Lampung Barat, Sumarlin, menegaskan pentingnya pendekatan sosio-ekonomi dalam menangani persoalan perambahan hutan dan konflik satwa. Menurutnya, konflik tersebut tidak hanya berdampak pada ekologi, tetapi juga memengaruhi stabilitas sosial dan keamanan masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah akan mengoptimalkan peran Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDN) yang tersebar di setiap pekon sebagai instrumen deteksi dini terhadap potensi konflik. Edukasi publik dan pendekatan humanis akan menjadi kunci dalam meredam gesekan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta menyoroti isu penampakan harimau di wilayah Pekon Kubu Perahu serta persoalan kepemilikan lahan bersertifikat di dalam kawasan TNBBS. Menanggapi hal itu, San Andre menyatakan bahwa masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan di wilayah enclave dan bahwa status sertifikat tanah di kawasan taman nasional saat ini tengah diverifikasi oleh Kejaksaan.
Sastra menambahkan bahwa meskipun pemanfaatan kawasan hutan lindung kini dimungkinkan melalui izin resmi, keseimbangan antara aspek ekonomi dan kelestarian ekologi tetap harus dijaga secara ketat.
Kegiatan ini ditutup dengan penyerahan sertifikat partisipasi dan sesi foto bersama, sebagai simbol komitmen bersama seluruh peserta untuk menjaga kelestarian hutan sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.