
Zetizen - Di era digital, mencari pasangan tak lagi bergantung pada perkenalan langsung, lingkungan sosial, atau keluarga. Kini, cukup menggeser layar ponsel, seseorang bisa bertemu ratusan bahkan ribuan profil dalam sehari.
Kehadiran aplikasi kencan atau dating app seperti Tinder, Bumble, Tantan, hingga OkCupid telah mengubah cara generasi masa kini menjalin hubungan.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul pula pertanyaan: apakah dating app benar-benar solusi membangun koneksi atau justru menjadi jebakan emosional yang menimbulkan dampak jangka panjang?
Munculnya dating app merupakan respons atas perubahan gaya hidup yang semakin cepat dan padat. Menurut data dari Statista (2023), lebih dari 366 juta orang di dunia menggunakan aplikasi kencan, dengan mayoritas penggunanya berusia antara 18 hingga 34 tahun.
Di Indonesia sendiri, popularitas aplikasi ini meningkat signifikan sejak pandemi, ketika interaksi sosial dibatasi dan banyak orang mencari koneksi secara daring.
Aplikasi kencan memungkinkan seseorang untuk menyeleksi calon pasangan berdasarkan preferensi pribadi, dari usia, jarak lokasi, hobi, hingga nilai hidup.
Fitur-fitur seperti swipe, chat, dan match memberikan ilusi kendali dan pilihan yang luas. Tak heran, banyak yang merasa bahwa dating app adalah solusi praktis di tengah kesibukan.
Ada beberapa alasan mengapa aplikasi kencan menjadi pilihan:
Keterbatasan waktu dan ruang sosial: Banyak profesional muda merasa tidak memiliki cukup waktu untuk membangun relasi secara konvensional.
Kesempatan memperluas jaringan: Aplikasi ini memberi akses ke orang-orang di luar lingkaran pergaulan biasa.
Dorongan emosional: Rasa kesepian, kebutuhan untuk berbagi cerita, atau sekadar ingin merasa diperhatikan bisa menjadi motivasi menggunakan aplikasi kencan.
Studi dari Pew Research Center (2022) mencatat bahwa 53% pengguna dating app mencari hubungan jangka panjang, namun 28% lainnya hanya ingin berkenalan atau sekadar mencoba.
Artinya, tidak semua pengguna memiliki tujuan yang sama, dan di sinilah kerentanannya muncul. Meski menjanjikan koneksi, dating app tak jarang menimbulkan efek sebaliknya.
Salah satu tantangan terbesar adalah "paradox of choice", terlalu banyak pilihan membuat seseorang sulit berkomitmen. Akibatnya, banyak relasi yang tidak berkembang atau berhenti pada tahap perkenalan saja.
Fenomena ini disebut juga sebagai ghosting, yakni tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan. Hal ini bisa berdampak pada kepercayaan diri dan kesehatan mental.
Menurut penelitian oleh University of Western Ontario (2021), 78% responden yang mengalami ghosting merasa cemas, bingung, bahkan merasa dihargai lebih rendah.