Are You a Zetizen?
Show Menu

Hari Terakhir di NZ, Alpha Zetizen Sharing dengan Calon PhD Muda di Victoria University Wellington

Zetizen Zetizen 04 Dec 2016
Hari Terakhir di NZ, Alpha Zetizen Sharing  dengan Calon PhD Muda di Victoria University Wellington

 

Wellington, Zetizen.com – Terima kasih Selandia Baru! Kemarin (2/12) tepat 6 hari skuad alpha zetizen of the Year merangkai kenangan indah di Negeri Kiwi. Paket lengkap pun telah mereka peroleh. Mulai pengalaman keliling kota besar di Selandia Baru, belajar budaya tradisional Maori, mengenal kampus, bertemu dengan perhimpunan pelajar di sana dan menteri, sampai nyoba extreme adventure paling seru di dunia.

Pada hari perpisahan terakhir ini, alpha zetizen masih berkesempatan mengikuti tur kampus di Victoria University, Wellington. FYI, Victoria University merupakan universitas yang masuk top ranked dalam urusan research quality loh. Nggak salah deh kalau alpha zetizen makin ngiler pengin tahu seluk-beluk kampus tersebut. Beruntung sekali, mereka diajak bertemu dengan beberapa kandidat doktor dan mahasiswa asal Indonesia setelah keliling kampus di Kelburn itu. Para alpha zetizen memanfaatkan momen tersebut untuk sharing.

’’Aku senang sekali bisa bertemu sama Kak Dinda. Kami nyambung banget. Aku sharing mengenai isu anak dan perempuan,’’ ujar Zakaria Anshari, alpha zetizen asal Kalimantan Barat. Kebetulan sekali, Kak Dinda merupakan kandidat PhD developmental studies yang fokus pada perempuan.

 

Kak Dinda kandidat PhD developmental studies yang fokus pada perempuan sedang sharing bersama alpha zetizen of The Year.

 

Bukan hanya itu, Nabil Nur Adha juga menemukan inspirasi di Victoria University. Dia bertemu dengan Arfian Erma Zudana, mahasiswa muda kelahiran 1990 yang sedang menempuh pendidikan doktoral Jurusan Akuntansi Victoria University. ’’Keren banget Kak Arfian. Masih muda, tapi udah S-3. Aku belajar banyak tentang finansial dan saham dari diskusi seru bareng dia,’’ cerita alpha zetizen asal Kalimantan Selatan tersebut.

 

Alpha Zetizen of the Year berbincang dengan Arfian Erma Zudana

 

 

 

Ada cerita menarik yang dialami Gustian Hafidh Mahendra, alpha zetizen of the Year, di Victoria University kemarin (2/12).  Setelah dua tahun nggak berjumpa, Hafidh kembali bertemu dengan David McKee, director of The Deaf Studies Research Unit, Victoria University of Wellington. Dengan penuh kehangatan, David beserta Rachel, istrinya, menyambut Hafidh yang baru aja tiba di Te Puni Village setelah mengikuti kegiatan fun adventure trip hari keenam.

Pertemuan tersebut membuat Hafidh dan David kembali bernostalgia. ”Setelah berlibur dari Bali, kami menyempatkan untuk datang ke Deaf Art Community. Di sana kami bertemu Hafidh, Ramadani Rahmi (interpreter Hafidh, Red), dan anggota komunitas lainnya,” kenang David dengan dibantu interpretasi oleh sang istri. ”Hafidh masih sangat muda waktu itu, tapi aku tetap ingat wajahnya,” sambungnya, lantas bercengkerama hangat dengan menggunakan bahasa isyarat.

Dalam pertemuan singkat tersebut, Hafidh menceritakan rentetan proses yang membawanya dari Jogjakarta menuju Wellington. David pun sangat terkesima dan menaruh harapan besar terhadap Hafidh.

”Sejak pertama bertemu, aku yakin Hafidh sangat potensial menjadi pemimpin pada masa yang akan datang. Kami ingin Hafidh bergabung dengan organisasi nasional atau bahkan World Federation of the Deaf supaya program Hafidh bersama komunitasnya bisa makin berkembang. Jadi, makin banyak orang bisu dan tuli yang bisa berkuliah pada masa yang akan datang,” ujarnya.

 

Prof David McKee dan istrinya, Rachel McKee, dan Hafidh mengajarkan alpha zetizen lain tentang bahasa isyarat

 

Ada beberapa pengalaman seru yang dirasakan alpha zetizen saat keliling Wellington. Menikmati pemandangan dari botanic garden sampai nyobain salat Jumat di sini. Nggak lupa, kemarin (2/11) alpha zetizen yang beragama Islam bersalat Jumat berjamaah di Wellington Islamic Center, yaitu masjid terbesar di Wellington. ”Aku pikir salatnya bakal lama gitu karena doanya panjang banget. Eh, ini malah kelamaan khotbah. Udah gitu, jendelanya dibuka, bikin solat jadi kedinginan. Kan suhunya 13 derajat Celsius plus berangin, hehehe,”curhat Ary Sanjaya, alpha zetizen asal Kalimantan Utara.

Di masjid tersebut, mereka bisa merasakan salat Jumat bersama warga Wellington yang berasal dari berbagai negara seperti Slovakia, Turki, dan Iran. Uniknya, di dalam masjid itu terdapat kursi tepat di belakang saf bagi para lansia dan difabel untuk melakukan salat. ”Dari situ terlihat jelas bahwa New Zealand sangat menerima perbedaan. Mereka menjunjung tinggi kesetaraan warganya dan terbuka untuk semua kalangan mayoritas maupun minoritas,” kata Raafi Jaya Sutrisna, alpha zetizen asal Jawa Tengah.

Sebagai penutup fun adventure di Selandia Baru, alpha zetizen mendapatkan kesempatan berkunjung ke KBRI Wellington. Lagi-lagi, mereka beruntung karena bertemu dengan Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Wellington Firdauzie Dwiandika. Dialah yang ikut datang saat launching Zetizen National Challenge pada Juli lalu. ’’Saat itu saya lihat banyak sekali anak yang terlibat. Saya senang akhirnya bisa bertemu dengan pemenang dari 34 provinsi,’’ ujarnya di sela sambutan. Firdauzie berharap anak-anak tersebut terus didorong dan diberi ruang saat nanti jadi pemimpin di bidang masing-masing.

The last but not least, KBRI memanjakan lidah alpha zetizen dengan jamuan makanan khas Indonesia. ’’Ya ampuun, akhirnya setelah seminggu makan sandwich dan daging-dagingan, sekarang ketemu makanan paling ngangenin. Ada ayam goreng sama sambal,’’ seru Kavin Balya asal DKI Jakarta.

 

 

 

Terima kasih banyak New Zealand!

 

 

 

Written by Indrianingtyas, Ewy Maharani

 

 

 

RELATED ARTICLES

Please read the following article